SPACE AVAILABLE!!!       Telp: "0822-3131-4900"

Filosofi Kiai Dalam Budaya Jawa

Istilah Kyai sering kita dengar khususnya yang tinggal di pulau Jawa karena istilah itu sendiri berasal dan berkembang populer pada budaya masyarakat di tanah Jawa. Sedangkan panggilan Kiai bagi masyarakat Banjar dan Kalimantan adalah gelar bagi kepala distrik (di Jawa disebut wedana), bukan ulama. Sedangkan untuk ulama disebut Tuan misalnya Tuan Guru, Tuan Penghulu, Tuan Khatib. Gelar ini berasal dari nama jabatan menteri pada Kerajaan Banjar. Pemerintah Hindia Belanda lalu mengalihkan nama ini untuk nama jabatan kepala distrik untuk wilayah Kalimantan. 

Lantas apakah sebenarnya makna dari sebutan yang biasanya melekat pada sebagian orang ini. Dan apa syarat yang harus anda miliki bila berkeinginan dipanggil dengan sebutan sebagai seorang Kyai.

Gus baha' Kiai


Kyai merupakan sebutan bagi seseorang yang memiliki pengetahuan Islam yang luas dan mempunyai ketinggian akhlak serta kedalaman spiritualitas. Kata kyai merupakan sebutan khas yang menjadi kearifan lokal di Jawa. Secara historis, Kyai memiliki peranan besar dalam proses islamisasi di Indonesia.

Mereka adalah pewaris metode dakwah para Walisongo. Predikat sebagai kyai bukanlah karena pernyataan diri, melainkan hasil pemberian dari masyarakat atas fakta di lapangan. Seseorang diakui sebagai kyai bilamana seseorang memiliki kapasitas sebagaimana kriteria di atas dan ditambah dengan kepemilikan pesantren dan santri.

Sebutan Kyai merupakan kearifan lokal yang sewajarnya dipertahankan oleh orang-orang Islam Jawa sebagai wujud kekayaan tradisi Islam Nusantara, yang Khas.  Namun dalam adat dan tradisi masyarakat Jawa kuno, panggilan Kiai tidak hanya melekat pada julukan orang saja melainkan juga digunakan pada benda ataupun barang "yang dituakan atau dihormati". Berikut beberapa contoh penggunaan kata Kiai baik untuk sebutan seseorang, benda atau barang:


  1. Ulama atau tokoh, contoh: Kiai Haji Maimun Zubair, Kiai Baha'udin Nur Salim, 
  2. Pusaka, contoh: keris Kiai Joko Piturun, gamelan Kiai Gunturmadu
  3. Hewan, contoh: kerbau Kiai Slamet, kuda Kiai Gagak Rimang
  4. Makhluk halus, contoh: Kiai Sapujagad (penunggu Gunung Merapi)
  5. Orang yang sudah meninggal (meskipun berusia muda).[butuh rujukan] Bisa dilihat di nisan pada kompleks makam masyarakat Jawa.

Di era milenial sekarang, penggunaan sebutan kiai pada barang atau benda mulai berangsur ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat jawa. Bahkan mungkin para generasi muda seperti saya tak banyak yang mengetahui bahwa dahulu julukan kiai juga dilekatkan pada benda yang dianggap keramat pada saat itu. Sekarang mayoritas orang menganggap istilah sebutan Kiai, ya hanya digunakan untuk orang yang dituahkan (Ulama' atau Tokoh Masyarakat).

Bagaimanapun, dirasa akan tetap perlu mengerti tradisi dan budaya nenek moyang kita. Walaupun pada masanya nanti tradisi dan budaya tersebut mulai ditinggalkan, sebab budaya dan tradisi juga akan mengalami perubahan seiring dengan berubahnya zaman. Generasi baru akan melahirkan budaya dan tradisi baru, generasi yang bijak ialah mereka yang tetap menghormati tradisi leluhurnya selama tidak bertentangan dengan keyakinan yang dimiliki. Dan menjadi nilai tambah bagi mereka ketika mau melestarikan budaya leluhurnya yang sekiranya dianggap baik dan berguna.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama